Senin, 07 Desember 2009

Hukum Wanita Haid Membaca dan Menyentuh Al-Qur'an

HUKUM WANITA HAID DALAM MEMBACA& MEMEGANG AL-QUR’AN
 Perlu diketahui bahwasanya, ulama berbeda pendapat dalam permasalah ini, sebagian dari mereka ada mengatakan boleh & sebagian lagi mengatakan tidak.

BOLEHNYA SEORANG WANITA YANG HAID MEMEGANG & MEMBACA AL-QUR’AN
 Menurut Imam Ibnu Hazm (Al- muhalla, vol-1 hal 94) beliau `erpendapat bahwa “bolehnya menyentuh mush-haf bagi wanita yang haid, karena tidak adanya dalil yang shohih dan jelas tentang pelarangannya, meskipun kebanyakan ulama berpendapat wanita haid tidak boleh membaca, apalagi menyentuh Al-qur’an. Akan tetapi, dalil yang mereka sebutkan tidaklah tepat”. Pada dasarnya membaca Al-qur’an, sujud tilawah, memegangnya, serta berzikir kepada Allah adalah sunnah yang dianjurkan, dan orang yang mengerjakannya akan mendapat balasan/pahala. Dan masih menurut Ibnu Hazm bahwa barang siapa yang mengatakan orang yang junub ataupun haid dilarang membaca Al-Qur’an mereka itu bersandar pada pendapat dari Abdullah bin Salamah bin Ali bin Abi Tholib

إن رسول الله r لم يكن يحجزه عن القران شيء ليس الجنابة

“Sesungguhnya Rasululllah belum pernah menahan Al-Qur’an dari sesuatupun selain kepada orang yang belum janabat.”

Ini tidak bisa dijadikan hujjah karena didalamnya tidak ada unsur pelarangan yang jelas. Dan nabi tidak menjelaskan bahwasanya seseorang dilarang baca Al-qur’an kecuali setelah janabat. Ketika Rosulullah tidak mengerjakan sesuatu, bukan berarti hal itu dilarang, adanya sebuah atsar/perkataan yang menyatakan dilarangnya seseorang yang tidak suci, untuk membaca sesuatu apapun dari Al-Qur’an. Ini tidak sah. Sebab dilitik dari jalur periwayatannya, banyak yang dhoif, namun tidak sampai pada derajat maudhu’.
 Bukhori berkata : Dari Ibrohim bahwasanya tidak mengapa bagi orang yang sedang haid itu membaca Al-Qur’an. Dan Ibnu Abbas tidak melihat dalam perkara bagi orang yang junub itu sebuah madhorot.
 “Adapun Nabi Muhammad Saw, beliau tidak pernah berhenti dan selalu mengingat Allah disetiap waktu. Maka Al-hafidz masih mengkaitkan hal ini dengan pendapat yang diambil dari Mushnaf Bukhori, bahwasanya didalam mushnaf tersebut tidak didapatkan satu haditspun yang menerangkan tetang hal ini, yaitu tetang larangan bagi orang yang junub dan haid dari membaca Al-Qur’an. Walaupun kumpulan pendapat-pendapat tentang apa yang telah disebutkan diatas dapat digunakan sebagai hujjah bagi yang lain, akan tetapi banyak digunakan hanya sebagai takwil.” Menurut Sayyid Sabiq (Fiqh sunnah vol 1 hal 47)
Menurut Muhammad bin Sholih Al-‘Utsaimin (Fiqh Mar’ah Muslimah hal 81-82) “Apabila seorang wanita yang haid membaca Al-Qur’an dengan melihat atau hanya membayangkannya dalam hati tanpa melafadzkan dengan lisan, maka itu diperbolehkan.”

 Imam An-Nawawi berkata dalam Syarhul Madzhab: Diperbolehkan tanpa adanya perselisihan.
 Imam Bukhori, Ibnu Jarir Ath-Thobrani, dan Ibnu Mundzir berkata, “Yang demikian itu diperbolehkan.”
Ibnu Taimiyah berkata dalam Fatwa Majmu’ah Ibnu Qosim: Pada dasarnya pelarangan wanita yang haid untuk membaca Al-qur’an tidaklah kuat. Hadits yang menunjukkan tetang hal itu adalah dhoif

لا تقراء االحا ئض ولاالجنب شيئا من ا لقران ( حديث ضعيف و ضعفه الاءلبني في "ضعيف الترمذي"

Maka menurut kesepakatan Ahlul ‘ilmi mereka mengambil kesimpulan: Lebih baik bagi wanita haid tidak membaca Al-qur’an dengan melafadzkannya , kecuali apabila ada kebutuhan. Seperti seorang mu’alim (pengajar) untuk mengajarkan pada muridnya, atau dalam keadaan ujian yang mana ia membutuhkan Al-qur’an.

 Menurut Imam Syafi’i, “Jika dalam keadaan takut atau tenggelam, terbakar, terkena najis, atau jatuh ke tangan orang kafir maka wajib untuk di bawa. Sebagaimana di bolehkan membawa Al-Qur’an sesuai dengan kesepakatan ulama’ di dalam tafsir itu kebanyakan sesuai yang di yakini mereka. Dan tidak boleh membawa Al-qur’an itu menurut Imam Syafi’i dan pengikutnya itu jika dia sengaja”.

Menurut imam Hanafi dan pengikutnya, “Mereka mengecualikan jika membawa Al-Qur’an di lapisi sesuatu, dan makruh menyentuh Al-Qur’an jika di dalam hatinya itu mengharamkan. Dan rukhsoh bagi pengarang atau penyusun kitab syar’i seperti hadits, fiqih, dan tafsir dengan tujuan untuk mengambil ayat dari Al-Qur’an secara langsung dengan tangan mereka, karena untuk suatu kepentingan (keadaan dhorurot) dan makruh bagi yang menyentuhnya. Karena hal itu tidak terlepas dari ayat-ayat Alloh U.

Dan yang sunnah, hendaknya tidak membalikkan mushaf Al-Qur’an kecuali dalam keadaan berwudhu. Dan di perbolehkan membalikkan mushaf, dengan sesuatu, contohnya alat petunjuk ketika membaca Al-Qur’an (sebagaimana yang di lakukan orang yang sudah tua pada zaman sekarang). Begitu pula di perbolehkan bagi anak membawa Al-Qur’an dan mengangkatnya dalam keadaan dhorurot, misalnya ketika belajar.

Di perbolehkan wanita yang junub, haid, nifas melihat Al-Qur’an, menulis ayat kursi diatas lembaran atau buku bagi penulis, akan tetapi tidak di perbolehkan menghapus ayat tersebut dengan tangannya”.

LARANGAN BAGI WANITA YANG HAID MEMEGANG & MEMBACA AL-QUR’AN

 Menurut Syaikh Abdurrahman Al-Jazairi (Fiqh ‘Alal Madzahib Al-Arba’ah vol 1-5,bab Thoharoh hal 73) ”Diharamkannya bagi orang, nifas untuk mengerjakan sesuatu yang berhubungan langsung dengan din. Adapun yang diharamkan bagi orang yang junub yaitu sholat, memegang mushhaf, membaca Al-Qur’an. Haid dan nifas dalam beberapa perkara memiliki hukum yang sama dengan junub.”

Menurut Abi Muhammad Al-Husain bin Mas’ud Al-Baghowi (Syarhus sunnah vol 1 hal 414), “Tidak diperbolehkan bagi orang yang sedang haid untuk mengerjakan sholat, shoum, I’tikaf, memegang/menyentuh mush-haf, membaca Al-qur’an, dan tidak boleh bagi suaminya untuk menggaulinya. Hal-hal tersebut tidak diangkat keharamannya kecuali setelah terputusnya darah haid/selesai haid, lalu mandi besar. Adapun apabila tidak mendapatkan air, maka diperbolehkan untuk bertayammum. Kecuali bagi orang yang shoum, apabila seseorang telah terputus darah haidnya sejak malam hari dan berniat untuk shoum, sedangkan mandi besarnya dilakukan pada keesokan harinya maka shoumnya tetap sah.”

 Jumhur ‘Ulama berkata, “Apabila seorang wanita haid membaca Al-Qur’an dan melafadzkannya dengan lisan maka hal itu merupakan larangan”

Menurut D.R Wahbatuz Zahili (Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu vol 1 hal 626):

Sebagaimana telah di sebutkan dalam bab janabat, Alloh berfirman:

لا يمسه الا المطهرون (الوا قعة: 79)

Artinya: “ Tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang di sucikan”.

Hadits Nabi r :

لا تقرأ الحائض ولا الجنب شيئا من القرأن

Artinya: “Hendaknya bagi wanita yang haid dan junub itu tidak membaca sesuatupun dari Al-Qur’an”.

Ditinjau dari segi tafsir

Hukum perempuan haid memegang Al-Qur’an itu beragam pendapat, karena fiqih itu sangat banyak sekali perselisihan, namun kita bisa mengambil dalil yang sekiranya paling Rojih di antara mayoritas Ahlul Ilmi sendiri

Di dalam tafsir Thobary, beliau memaknai surat Al-Waqi’ah ayat 79, yaitu:

Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Amru, beliau berkata: telah menceritakan kepada kami Abu Ashim, beliau berkata: telah menceritakan kepada kami Isa, telah menceritakan kepadaku Al-Harits, beliau berkata: telah menceritakan kepada kami Al-Hasan, beliau berkata: telah menceritakan kepada kami Waro’, dari Ibnu Abi Najih dari Mujahid. tentang perkataannya::

( لا يَمَسُّهُ إِلا الْمُطَهَّرُون )(الوا قعة : 79 (

Beliau berkata: bahwasanya yang di maksud dengan, “Al-Muthohirun” adalah malaikat.

Telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, beliau berkata: telah menceritakan kepada kami, Jarir dari Ashim dari Abi Aliyah, “ layamussuhu illal Muthoharun” adalah Malaikat. Adapun dalam perkataan lain , yaitu Abu Kuroib, beliau berkata: telah menceritakan kepada kami Ibnu Yaman dari Sufyan dari bapaknya dari Ikrimah, dalam memaknai ayat tersebut adalah pembawa kitab Taurot dan Injil.

Ibnu Zaid berkata, mengenai ayat, “La yamussuhu Illal Muthoharun” yaitu; malaikat dan para Nabi, serta Rosul-Rosul yang di turunkan oleh Alloh atas kesuciannya, begitu pula dengan malaikat Jibril yang di turunkan dengan kesucian.

Ibnu Abdi A’la berkata; telah menceritakan kepada kami Ibnu Tsaur dari Ma’mar dari Qotadah mengenai surat Al-Waqi’ah, Ayat:79 yaitu, tidak di perbolehkan memegangnya kecuali bagi orang-orang yang suci. Adapun di dunia (makhluk), maksudnya yaitu orang yang najis, munafik serta menjijikkan.dan yang benar yaitu tidak boleh memegangnya kecuali yang suci, maksudnya malaikat, rosul-rosul dan Nabi serta orang yang suci dari Dosa-dosa.

Adapun dalam Tafsir Baghowi, maksudnya yaitu malaikat yang di sifati dengan kesuciannya. Di riwayatkan dari Anas yaitu perkataannya Said bin Jubair, Abu Aliyah dan Qotadah Ibnu Zaid: bahwasanya mereka adalah malaikat. Adapun riwayat Hasan dari Kilbi yaitu mereka para malaikat Kiromul Baroroh. Sedangkan Ibnu Abbas melarang yahudi dan Nashoro membaca Al-Qur’an. Dan tidak boleh memegang Al-Qur’an ataupun membawanya bagi orang yang junub dan haid, ini pendapat Atho’, Thowus, Salim, Qosim, dan mayoritas Ahlul ilmi. Ini juga pendapat Malik dan Syafi’i. ِِِAdapun menurut Hakam, Hamad dan Abu Hanifah yaitu diperbolehkan bagi orang yang berhadats dan junub membawa Al-Qur’an, adapun pendapat yang pertama, menurut mayoritas ahlul fiqih.

Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Al-Hasan As-Sarkhosi, telah mengkhabarkan kepada kami Zahir bin Ahmad, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq Al-Hasyimim telah menceritakan kepada kami Abu Mus’ab dari Malik dari Abdulloh bin Abi bakar bin Muhammad bin Amru bin Hazm, bahwasanya di dalam kitab yang telah di tulis Rosululloh r untuk Amru bin Hazm, beliau bekata, tidak diperbolehkan untuk memegang Al-Qur’an kecuali orang-orang yang suci. Adapun maksud dari Al-Qur’an yaitu lembaran (mushaf) (di keluarkan oleh Imam Malik dalam kitabnya Al-Muwatho’, Kitabul Qur’an Bab, “Al-Amru bil Wudhu liman massal Qur’an, 1/199.Ibnu Abdil Bar berkata: tidak ada perselisihan dari Malik dalam mengirsalkan hadits ini dan sungguh telah di riwayatkan musnad ini dari Sholih. Kitab ini Masyhur di kalangan Ahlul ilmi.

Adapun dalam tafsir Ar-Rozy yaitu: Imam Syafi’i berkata: tidak boleh memegang mushaf bagi orang yang hadats, kami berkata: secara dhohir makna ayat tersebut jelas, adapun dari sunnah yaitu:

أن في الكتاب الذي كتبه رسول الله صلى الله عليه وسلم لعمرو بن حزم أن لا يمس القرآن إلا طاهر

Artinya:

Bahwasanya Nabi r telah menulisnya untuk Amru bin Hazm, tidak boleh memegang Al-Qur’an bagi orang yang tidak suci.

Dan ini telah di ambil dari ayat dengan kesimpulan, bahwasanya memegangnya hanya untuk orang yang suci, ini menunjukkan sifat pengagungan. Adapun
memegangnya bagi orang yang tidak suci merupakan makna dari peremehan kitab tersebut, dan ini makna yang sesuai dengan pendapat Imam Syafi’i.

1 komentar:

ikadikobar mengatakan...

tulisannya bagus. semoga bisa dipercantik dengan menu share. agar kebaikan ini bertambah dan menyebar. amiin

Posting Komentar