Senin, 07 Maret 2011

TABDZIR, TANDA LEMAH IMAN

Seringkali manusia terlenakan dengan segala kenikmatan dan kesenangan yang ada di dunia ini. Namun terkadang tanpa disadari kita telah jatuh ke dalam area yang tidak sesuai dengan visi dan misi hidup di dunia ini. Baik itu disebabkan karena gengsi, minimnya ilmu, dan lemahnya keimanan seseorang. Inilah celah makar syaitan, secara sadar atau tidak sadar yang perlu kita semua renungkan. Karena sebab dikatakan dosa ada dua kemungkinan yakni, (fi’lul mahdzur) melakukan hal yang dilarang dan (tarkul ma’mur) meninggalkan hal yang diperintahkan. Orang yang selalu menyibukan diri dengan sesuatu yang sia-sia lambat laun akan menelantarkan hal-hal yang wajib. Sehingga perilaku seperti ini merupakan tahapan menuju perbuatan dosa. Apakah Tabdzir Itu? وَآَتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا. إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا. (الإسرأ: ٦ ٢-٢٧) “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya.” (QS. Al-Isra’: 26-27) Dari ayat di atas Allah menjelaskan bahwa perbuatan tabdzir dilarang oleh syari’at dan bahkan barangsiapa yang berbuat berlebih-lebihan dan melampaui batas adalah kawan syaitan. Perilaku tabdzir atau berlebih-lebihan tidak hanya terjadi pada harta, bisa terjadi pada waktu, makanan, dan pakaian. Namun makna atau definisi daripada tabdzir itu sendiri lebih cenderung kepada harta. Seringkali orang menyamakan makna tabdzir dan israf karena memang keduanya ini mirip, namun antara keduanya terdapat perbedaan. Dinamakan israf jika penempatan harta tersebut sudah pada tempatnya tapi berlebihan. Sedangkan tabdzir penggunaan harta tidak pada tempatnya atau untuk bermaksiat kepada Allah. Menurut Imam Thabari dalam tafsirnya memaknai tabdzir itu adalah mengeluarkan harta atau menginfakan tidak pada tempatnya atau dalam kemaksiatan secara berlebih-lebihan. Dan bahkan Ibnu Mas’ud, Imam Mujahid, Imam Qatadah, dan Imam Malik bersepakat mendefinisikan tabdzir dengan menggunakan harta bukan untuk yang haq, atau untuk yang haram dan hanya keinginan hawa nafsu. Oleh karena itu orang yang selalu berbuat tabdzir dikatakan sebagai saudara syaitan. Dimana kelak akan berada dekat dengan syaitan di neraka. Syaitan adalah makhluk yang selalu membangkang perintah Allah dan akan selalu menggoda manusia dari arah mana saja. Adapun maksud dari kawan syaitan, bahwasannya seorang yang menghambur-hamburkan dalam segala hal menyerupai tabiat syaitan. Yang mana syaitan itu suka berbuat kerusakan dengan melakukan hal-hal yang dilarang dan melakukan apa saja yang diinginkan oleh hawa nafsu. Demikian juga sifat syaitan yang selalu ingkar menunjukan kekufurannya terhadap nikmat Allah. Maka kemubadziran terhadap harta dan yang lainnya untuk bermaksiat kepada Allah merupakan kefasikan dan ketidakadaannya rasa syukur terhadap nikmat Allah yang telah di karuniakan kepada para hambaNya. Itulah karakter syaitan yang harus kita jauhi sejauh-jauhnya, karena jika tidak maka apakah kita sebagai hamba yang mukmin rela menjadi kawan syaitan?? Hawa nafsu selalu cenderung kepada kejelekan, dan jika nafsu itu selalu dituruti maka menimbulkan kehancuran. Sebagaimana firman Allah dalam kitabNya: وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ. (يوسف:٥٣ ) “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabbku. Sesungguhnya Rabbku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yusuf: 53) Mengikuti hawa nafsu merupakan sebab penyimpangan dari kebenaran, menyesatkan dari jalan Allah, sebab pembangkangan dari dakwah Rasul dan menutup hati, pendengaran, dan penglihatan pemiliknya dari jannah. Maka dari itu salah satu bentuk ikhtiar kita untuk melawan hawa nafsu itu dengan bermujahadah. Yaitu bermujahadah baik secara dhahir maupun batin dalam ketaatan dan ibadah. Tabdzir, Mata Rantai Syaitan Sudahkah kita bermuhasabah sebelum melakukan segala aktivitas? Tidak selalu syaitan menggelincirkan manusia langsung dengan perbuatan yang haram. Namun kadang syaitan memiliki cara lain dengan mengalihkan perhatian manusia terhadap hal-hal yang tidak termasuk perbuatan dosa tapi kosong dari pahala dan manfaat. Walaupun hal itu mungkin hanya sepele dan sering tidak diperhatikan oleh kebanyakan dari kita. Saat inilah kita mulai tanyakan pada diri kita adakah manfaat dan apakah menghasilkan pahala atau tidak dari apa yang kita kerjakan? Dan bukan hanya sekedar bertanya, dosa atau tidak. Karena Syaikh Shalih Al-Munajid menyebutkan bahwa salah satu tanda lemahnya iman seseorang adalah ketika melakukan aktivitas pertimbangannya hanya sekedar termasuk dosa ataukah tidak. Dan tidak menanyakan berfaedah ataukah tidak. مِنْ حُسْنِ الإِسْلَامِ المَرْءِ تَرْكُهُ مَالاَ يَغْنِيْهِ. (رواه احمد) “Di antara tanda kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan apa –apa yang tidak berguna baginya.” (HR. Ahmad) Nabi shalallahu’alaihiwasalam menganjurkan kepada umatnya untuk menjauhi perbuatan tabdzir, boros, dan menghambur-hamburkan segala potensi untuk perkara yang tiada guna. Serta menjadikannya sebagai tolak ukur baik tidaknya keislaman seseorang. Jadi semakin banyak perkara sia-sia yang ditinggalkan maka semakin baik keislaman seseorang, dan begitu pula sebaliknya. Selain itu, segala karunia yang Allah berikan kepada para hambaNya kelak akan diminta pertanggungjawaban tentang bagaimana dia pergunakan selama di dunia. Sebagaimana hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wasalam: “Tidak akan beranjak kaki anak Adam pada Hari Kiamat dari sisi Rabbnya sampai dia ditanya tentang 5 (perkara) : Tentang umurnya dimana dia habiskan, tentang masa mudanya dimana dia usangkan, tentang hartanya dari mana dia mendapatkannya dan kemana dia keluarkan dan tentang apa yang telah dia amalkan dari ilmunya”. (HR. At-Tirmidzi) Jangan Biarkan Amal Sia-Sia Tiada Guna Waktu adalah umur, barangsiapa yang menggunakan dengan sebaik-baiknya, maka ia akan beruntung, tapi barangsiapa yang menyia-nyiakanya maka telah kehilangan. Umur adalah sesuatu yang sangat penting sekali dalam hidup ini. Dengan umur yang dikaruniakan oleh Allah kita masih bisa melaksanakan peribadatan kepada Sang Khaliq. Sebagaimana tujuan penciptaan jin dan manusia di dunia ini yaitu tiada lain hanya untuk beribadah mengesakanNya. وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ. (الذاريات:٥٦) “Dan tidaklah Kami ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada Allah.” (QS. Adz-Dzariyat: 56) Semua amal kita di dunia ini telah terekam dalam catatan amal dan tidak ada sedikitpun yang tertinggal dari pengawasan malaikat pencatat amal. Berapa lama waktu yang telah kita gunakan untuk beramal, dan apakah amal yang kita lakukan sudah menjadi tiket untuk masuk jannah ataukah belum. Jangan sampai kelak di hari kiamat ketika diperlihatkan lembaran amal kita terlihat adanya catatan amal yang kosong dari pahala dan tidak sesuai dengan tujuan dari penciptaan kita di dunia. Yang tidak lain karena menghambur-hamburkan umur dengan perkara yang sia-sia. Tabdzir juga bisa terjadi pada ilmu yang kita miliki. Pertama, adanya rasa malas untuk mempelajarinya. Abu Hurairah menyebutkan bahwa: “Cukuplah seseorang dikatakan menyia-nyiakan ilmu jika ia tidak mau mempelajarinya.” Karena ia telah dikaruniai pikiran tapi tidak digunakan untuk belajar. Kedua, jika tidak mengamalkan ilmunya. Ilmu yang telah didapatkan, tidak bermanfaat, jika tidak diamalkan. Bahkan bisa jadi ilmu itu akan lenyap dari pemiliknya. Maka mulai saat ini mari kita tinggalkan segala kemubadziran dan gunakan segala potensi yang telah dikaruniakan untuk meraih pahala sebanyak-banyaknya. Referensi:  Al-Qur’an Alkarim  Tafsir Ath-Thabari  Aisirut Tafasir  Tahdzibul Akhlaq  Ensiklopedi Wanita Muslimah

0 komentar:

Posting Komentar